Pembangkit Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di Cipeucang, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) sedang menjadi perbincangan. Namun, sejumlah pihak menganggap wacana tersebut tidak realistis untuk dilaksanakan.
Salah satu suara kritis datang dari manajer kampanye tata ruang dan infrastruktur, yang mempertanyakan kemampuan anggaran daerah untuk mendukung rancangan ini. Apakah APBD Kota Tangsel cukup kuat untuk mendanai operasional PSEL yang memerlukan biaya besar?
Pertimbangan Keuangan dan Lingkungan
Dwi Sawung, perwakilan dari lembaga lingkungan, menekankan bahwa terdapat pertimbangan lingkungan dan teknis yang harus diperhatikan. Kata Dwi, jika dibandingkan dengan kota lain seperti Solo yang berhasil mengoperasikan PSEL, ada banyak faktor yang membedakan, termasuk dukungan pemerintah pusat.
Menurut data, biaya pengolahan sampah per ton mencapai lebih dari Rp500 ribu, dan ini merupakan salah satu kendala utama. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pihak-pihak yang ingin mewujudkan proyek ini. Penggunaan metode pengolahan yang simpel sekalipun tidak bisa dijadikan harapan untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan listrik.
Risiko Operasional dan Tantangan Pengolahan Sampah
Ketergantungan pada kualitas sampah yang sudah terpilah dengan baik adalah poin penting lainnya. Sampah yang tercampur membuat proses pengolahan menjadi lebih mahal dan menghabiskan waktu. Sortir sampah merupakan langkah awal yang esensial, tetapi proses ini juga memiliki batasan kapasitas yang harus diperhatikan.
Tak hanya itu, menciptakan sistem pengelolaan yang efisien harus menjadi prioritas utama. Masyarakat diharapkan lebih sadar akan pentingnya pemilahan sampah demi mendukung keberhasilan PSEL. Penelitian dan pengembangan lebih lanjut menjadi kunci untuk menemukan solusi yang lebih baik.