Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah membuka peluang untuk melakukan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi terkait indikasi dugaan korupsi pengadaan perangkat Chromebook di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kasus ini berlangsung selama periode tahun 2019 hingga 2022.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, ada kemungkinan besar agar pemeriksaan terhadap mantan Mendikbudristek bisa dilakukan jika itu dianggap perlu untuk menunjang proses penyidikan. Pernyataan ini disampaikan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Rabu (28/5/2025).
Penyidikan Kasus Dugaan Korupsi
Menanggapi kemungkinan pemeriksaan ini, pihak Kejagung memastikan bahwa penyidik dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus akan memeriksa semua pihak yang dinilai relevan dalam mengungkap tindak pidana korupsi ini. Penyidikan dilakukan dengan sangat teliti demi memastikan proses penegakan hukum tidak hanya berjalan sesuai dengan ketentuan namun juga benar-benar menyentuh akar permasalahan.
Dalam konteks ini, nama mantan Menteri Makarim mencuat setelah dua mantan staf khususnya, FH dan JT, dipanggil untuk diperiksa oleh tim penyidik dari Jampidsus. Pemeriksaan ini berfokus pada keterlibatan mereka dalam pengadaan yang kini menjadi sorotan. Selain itu, tim penyidik juga melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi, termasuk apartemen keduanya, untuk mengumpulkan barang bukti berupa dokumen dan perangkat elektronik.
Kajian Teknis dan Rekomendasi Awal
Dalam upaya mengungkap lebih jauh permasalahan ini, penyidik Kejagung memfokuskan perhatian pada dugaan adanya konspirasi di antara berbagai pihak yang mencoba memengaruhi tim teknis untuk menyusun kajian terkait pengadaan alat pendidikan berbasis teknologi di tahun 2020. Ironisnya, pengadaan itu diarahkan untuk menggunakan Chromebook sebagai perangkat utama, meskipun hasil dari uji coba sebelumnya menunjukkan bahwa perangkat tersebut tidak efektif.
Tim teknis sebelumnya merekomendasikan penggunaan laptop dengan sistem operasi Windows sebagai alternatif yang lebih tepat. Namun, sayangnya rekomendasi tersebut tidak diindahkan dan digantikan dengan kajian yang merekomendasikan penggunaan sistem operasi Chrome. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alat pendidikan senilai hampir Rp10 triliun.
Dari sudut pandang anggaran, total dana pengadaan Chromebook ini mencapai angka yang sangat signifikan, dengan Rp3,582 triliun bersumber dari dana satuan pendidikan serta sekitar Rp6,399 triliun dari dana alokasi khusus. Melihat angka yang begitu besar, tentunya masyarakat berharap agar setiap penggunaan anggaran dapat diawasi dengan ketat untuk memastikan tidak ada penyimpangan.
Melalui penyidikan ini, diharapkan ada kejelasan dan transparansi dalam pengadaan alat pendidikan, serta mencegah praktek korupsi di masa mendatang. Tindakan tegas dari pihak berwenang akan memberikan sinyal kuat bahwa setiap tindak pidana, terutama yang melibatkan uang rakyat, tidak akan dibiarkan tanpa konsekuensi.