www.arahberita.id – Di tengah sorotan mengenai potensi pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka oleh Forum Purnawirawan TNI, mantan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, mengemukakan pandangannya. Dia menilai bahwa sudah saatnya MPR RI mempertimbangkan ide dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. Jimly Asshiddiqie, mengenai perubahan mekanisme pemilihan Wakil Presiden di Indonesia.
Gagasan tersebut mencakup pemilihan Presiden yang tetap dilakukan secara langsung oleh rakyat, tetapi dengan memberikan wewenang kepada MPR untuk menetapkan Wakil Presiden. Ini dapat dilakukan berdasarkan satu atau dua nama yang diajukan oleh Presiden terpilih, sehingga proses pemilihan menjadi lebih terstruktur dan transparan.
Dengan adanya perubahan ini, kondisi politik di Indonesia diharapkan menjadi lebih stabil. Terlebih lagi, dengan menghapuskan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20%, akan ada peluang lebih luas bagi calon presiden dari berbagai latar belakang untuk bersaing.
Pentingnya Mempertimbangkan Mekanisme Baru dalam Pemilihan Wakil Presiden
Bambang Soesatyo menegaskan bahwa pemisahan pemilihan antara Presiden dan Wakil Presiden adalah langkah yang sangat strategis. Ini akan memungkinkan terciptanya proses yang lebih demokratis dan mengurangi kemungkinan munculnya praktik korup di dalam koalisi politik, yang sering terjadi sebelum pemilu.
Dengan skema yang diusulkan, calon Presiden tidak terikat pada pilihan Wakil Presiden sebelum pemilu berlangsung. Setelah terpilih, Presiden dapat memilih calon Wakil Presiden yang dirasa paling sesuai, yang kemudian akan ditetapkan oleh MPR.
Langkah ini diharapkan mampu mengembalikan kekuatan MPR, yang selama ini terpinggirkan. Keberadaan MPR dalam proses pemilihan Wakil Presiden juga memberikan legitimasi politik yang lebih kuat untuk posisi tersebut, menjadikannya lebih independen dan kredibel di mata publik.
Transisi Menuju Sistem yang Lebih Efisien dan Efektif
Model pemilihan baru ini juga berpotensi mendorong terbentuknya kabinet yang lebih efisien. Dalam sistem sebelumnya, koalisi politik harus dibentuk sebelum pemilu, yang sering menyebabkan transaksi kekuasaan yang tidak sehat.
Dengan perubahan ini, koalisi dapat dibentuk setelah pemilu, berdasarkan kebutuhan dalam penguasaan pemerintahan. Proses ini diharapkan dapat memperkuat pemerintahan yang stabil dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
Dari perspektif konstitusi, pemilihan Wakil Presiden melalui MPR tidak akan menurunkan statusnya secara konstitusional. Meskipun dipilih oleh MPR, Wakil Presiden tetap akan memiliki peran penting dalam mendampingi Presiden dan menjaga fungsi pemerintahan agar tetap berjalan dengan baik.
Proses Amandemen yang Diperlukan untuk Implementasi
Perubahan fundamental ini tentunya memerlukan amandemen konstitusi. Beberapa pasal dalam Pasal 6A perlu direvisi, khususnya yang mengatur tentang pemilihan pasangan Presiden dan Wakil Presiden.
Penghapusan istilah “pasangan calon” akan diikuti dengan penguatan pasal baru. Pasal 6B akan memberikan landasan hukum bagi Presiden untuk mengajukan calon Wakil Presiden kepada MPR dalam proses yang lebih transparan.
Karena langkah ini adalah proses yang signifikan, dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan. Jika berhasil diterapkan, sistem ini diharapkan bisa menciptakan suatu lingkungan politik yang lebih bersih dan lebih demokratis, memberi ruang bagi partisipasi yang lebih luas dari masyarakat.
Di tengah suhu politik yang panas, Forum Purnawirawan TNI juga telah mengusulkan pemakzulan Wakil Presiden. Walaupun surat resmi sudah dilayangkan kepada DPR dan MPR, respons yang diterima nampaknya sangat minim, menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat.
Surat tersebut ditandatangani oleh sejumlah purnawirawan jenderal yang menyampaikan kekhawatiran akan keadaan bangsa. Mereka mencermati dinamika politik saat ini dan menyerukan perlunya perubahan yang mendasar agar kepercayaan publik terhadap pemerintah kembali terbangun.
Kekhawatiran akan kurangnya respons terhadap surat tersebut menimbulkan kegaduhan di kalangan purnawirawan, yang merasa tidak dihargai. Pihak sekjen DPR bersikukuh bahwa surat itu sudah diterima dan diteruskan, namun masalah ini tetap menyisakan ketidakpuasan.
Di setiap langkah politik yang diambil, dialog dan komunikasi yang jelas sangat diperlukan. Baik antara purnawirawan TNI, legislator, maupun masyarakat luas, diperlukan kesepahaman untuk membangun sistem yang lebih baik dan lebih demokratis.
Pemikiran progresif seperti yang diusulkan oleh Jimly Asshiddiqie dan Bambang Soesatyo, tentunya layak untuk dieksplorasi lebih lanjut. Karena dalam konteks negara yang dinamis, reformasi sistemik sangat penting untuk menjawab tantangan zaman dan tuntutan masyarakat yang semakin berkeinginan untuk berpartisipasi dalam proses politik.