Dalam sebuah peristiwa tragis yang menyentuh banyak orang, Wadison Pasaribu (37) terjebak dalam skenario pembunuhan istrinya, Petri Sihombing (35). Kejadian ini berlangsung dalam perjalanan mereka pulang dari Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, menuju rumah di Puri Anggrek, Kecamatan Walantaka, Kota Serang, Banten. Pada Sabtu, 31 Mei 2025, pasangan ini sempat menjalani momen intim di rumah, yang kemudian berujung pada pertengkaran yang fatal.
Pertengkaran itu dipicu oleh pengakuan Petri mengenai ketidaksetiaan Wadison, yang telah berselingkuh sejak tahun 2023. Hal ini menambah barisan konflik dalam hubungan mereka, mengingat wanita berinisial R, yang menjadi selingkuhan Wadison, juga meminta untuk dijadikan istri. Ketegangan ini berakhir dengan keputusan Wadison untuk menghilangkan nyawa istrinya.
Konsekuensi Tak Terduga dari Perselingkuhan
Perselingkuhan sering kali menjadi pemicu konflik yang tajam dalam sebuah hubungan. Dalam kasus ini, Wadison, yang merasa terjebak dalam situasi sulit, mengambil jalan pintas yang tragis. Menurut penjelasan Kombes Pol Yudha Satria, Wadison memanfaatkan seutas tali untuk mencekik Petri sampai tak bernyawa. Tindakan ini menunjukkan seberapa jauh seseorang dapat melangkah dalam menghadapi permasalahan dalam hubungan.
Masalah yang muncul dari hubungan yang tidak sehat seperti ini bisa sangat rumit. Sebuah studi menunjukkan bahwa ketidakpuasan dalam pernikahan, termasuk perselingkuhan, dapat memicu tindakan ekstrem, seperti yang terjadi pada Wadison. Berbagai faktor emosional, dari rasa malu hingga frustrasi, dapat melahirkan keputusan yang tak terduga. Dalam kasus ini, Wadison berusaha menutupi kejahatan dengan menampilkan skenario seolah-olah terjadi perampokan, menambah lapisan kejahatan di atas tindakan pembunuhan yang direncanakan.
Strategi Penutupan Kasus dan Dampaknya
Kejadian ini membawa banyak pelajaran penting tentang dampak dari tindakan impulsif dan konsekuensi jangka panjang yang mungkin timbul. Setelah melakukan pembunuhan, Wadison berusaha mengalihkan perhatian pihak berwajib dengan menciptakan ilusi perampokan. Dia merusak pintu samping rumahnya dan melukai diri sendiri untuk meyakinkan orang lain. Penipuan semacam ini menunjukkan seberapa dalam perasaan cemas dan ketakutan dapat mempengaruhi pikiran seseorang.
Tentu saja, tindakan ini tidak tanpa konsekuensi. Wadison kini berhadapan dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup berdasarkan Pasal 340 KUHP yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hitungan detik, satu keputusan buruk dapat mengubah hidup seseorang selamanya.
Dari kasus ini, kita dapat mencermati pentingnya komunikasi yang baik dalam sebuah hubungan. Memang, setiap orang berhak untuk mengungkapkan perasaannya tanpa takut mendapatkan respon yang negatif. Pendidikan dan kesadaran mengenai dampak dari perselingkuhan dan pilihan kontroversial dalam hubungan ini sangat penting. Skenario tragis seperti yang dialami Wadison dan Petri seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua untuk lebih berhati-hati dalam menjalin hubungan.