www.arahberita.id – Kejadian tragis yang melibatkan seorang anak dan ayahnya ini telah mengguncang masyarakat. Penganiayaan yang dilakukan oleh seorang ayah bernama AF terhadap anaknya yang berusia sembilan tahun memunculkan berbagai reaksi dan pertanyaan dari publik.
Kasus ini berawal ketika si anak, berinisial RH, viral di media sosial karena kedapatan mencuri uang dari sebuah mobil yang terparkir. Sikap orang tua yang seharusnya melindungi justru menempatkan sang anak dalam posisi berbahaya yang mencerminkan kegagalan dalam pembuatan keputusan.
“Kami sudah mengamankan seorang anak laki-laki berinisial RH (9), yang menjadi korban penganiayaan oleh ayah kandungnya,” jelas seorang anggotan kepolisian yang terlibat dalam kasus ini. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan penganiayaan terhadap anak tidak bisa dianggap remeh dan harus segera ditangani.
Penyelidikan Kasus Penganiayaan Anak oleh Ayah
Kasus ini ditangani oleh Polresta Tangerang yang melakukan penyelidikan mendalam terhadap tindakan yang dilakukan oleh AF. Selain mengetahui latar belakang penganiayaan, pihak kepolisian juga berupaya melindungi anak korban dari trauma lebih lanjut.
Penganiayaan yang dilakukan melanggar Pasal 80 nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang berpotensi menghukum pelaku dengan penjara hingga lima tahun. Penyidik mencoba memahami lebih lanjut motivasi di balik tindakan kekerasan yang menimpa korban.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan bahwa AF mengaku beraksi atas dasar kemarahan karena anaknya kerap melakukan pencurian. Namun, alasan tersebut tidaklah dapat dibenarkan, mengingat tindakan kekerasan tidak akan pernah menjadi solusi.
Perilaku Penganiayaan yang Berulang dan Desakan Masyarakat
Pihak kepolisian juga menemukan fakta bahwa tindakan kekerasan terhadap korban mungkin telah berlangsung lebih lama. Rasa kesal AF kepada RH yang kerap mencuri tampaknya tidak hanya terfokus pada satu insiden saja, melainkan menjadi bagian dari perilaku penganiayaan berulang.
Disinyalir, AF pernah menyuruh RH untuk mengamen di jalan guna mendapatkan uang. Jika anak tidak menghasilkan uang yang diharapkan, maka ia akan menerima perlakuan yang merugikan dari orangtuanya. Hal ini menunjukan dampak psikologis yang sangat serius pada anak.
Rasa cemas di masyarakat semakin meningkat dengan adanya berita ini. Banyak yang merasa perlu untuk memberikan perlindungan lebih bagi anak-anak dari kekerasan yang tidak sepatutnya, terutama yang dilakukan oleh orang terdekat mereka.
Perlindungan dan Pemulihan Korban dari Trauma
Kondisi korban setelah kejadian ini menjadi perhatian serius. Pihak kepolisian mengambil langkah cepat untuk memberikan pendampingan dan perlindungan kepada RH agar kondisinya tidak semakin memburuk. Dengan kerja sama tim perlindungan perempuan dan anak, mereka berupaya memulihkan dampak psikologis yang dialami anak tersebut.
Tim tersebut berkolaborasi dengan Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak setempat dalam melakukan pemulihan psikologis bagi RH. Ini menjadi satu langkah positif untuk memastikan bahwa korban mendapatkan dukungan yang dibutuhkan.
Penguatan mental pasca-trauma sangat penting, terutama untuk anak-anak yang mengalami kekerasan dari orang tua. Sebab, dampak tersebut dapat mengganggu perkembangan psikologis dan kesejahteraan mereka di masa depan.
Penting untuk diingat bahwa tindakan kekerasan terhadap anak bukanlah solusi. Kejadian seperti ini menjadi pengingat bagi para orang tua dan masyarakat, bahwa perlindungan terhadap anak harus menjadi prioritas utama. Pendidikan tentang hak-hak anak dan cara penanganan yang benar dalam menghadapi masalah adalah langkah awal yang penting.
Melihat kompleksitas kasus ini, diharapkan adanya tindakan preventif dan edukasi lebih lanjut untuk menghindari insiden serupa. Masyarakat, termasuk lembaga pendidikan dan pemerintah, harus bersatu padu dalam mengedukasi pentingnya perlindungan terhadap anak, sehingga kejadian tragis ini tidak terulang lagi di masa mendatang.